Basmalah



”Dengan menyebut nama Allâh yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”.
PENUNDAAN TERKABULNYA DO'A.



لَايَکُـنْ تَأُخُّرُ اَمَدِ اْلعَطَاءِ مَعَ اْلإِ لْحــَـاحِفِى الدُّعَاءِ مُوْجِبــًأْسِكَ فَهُوَ ضَمِنَ لَكَ اْلِٕاجَابَـةَ فِيْـمَـايَخْـتَـارُهُ لَكَ لاَفِــيْمَـا تَخْتَـارُ لِنَفْسِــكَ وَفِى اْلوَقْتِ الَّذِىْ يُرِيْدُ لاَفِى اْلوَقْتِ الَّذِىْ تُرِيْدُ .

”Belum terkabulnya do'a si hamba, setelah berusaha berulang-ulang Berdo'a penuh harapan, jangan sampai berputus asa, karena belum terkabulnya do'a kita. Sebab Allah Swt. telah memberi jaminan diterimanya do'a setiap hamba Allah, menurut pilihan dan ketentuan Allah sendiri, bukan atas pilihan dan kemauan si hamba, atau menurut waktu yang dikehendaki hamba, akan tetapi Allah Ta'ala telah menetapkan kapan dan di saat apa do'a seorang hamba di terima oleh_Nya.”

Berdo'a kepada Allah, tidak cukup hanya sekali, tetapi harus berkali-kali. Kita boleh saja merajuk dalam do'a. Boleh berkeluh-kesah kepada Allah atas derita-derita kita. Boleh pula menyampaikan rasa senang dan gembira dengan penuh syukur atas semua yang telah dikabulkan Allah.

Syarat diterimanya suatu do'a, apabila dilaksanakan dengan penuh harapan dan tidak berputus asa. Karena jelas tidak semua permohonan yang disampaikan kepada Allah Ta'ala itu langsung dikabulkan. Tidak cepatnya suatu do'a itu dikabulkan Allah Ta'ala, bukan berarti Allah menolak do'a hamba_Nya. Karena Allah Swt. telah memberi jaminan bahwasanya setiap do'a akan diterima. Allah Swt. Mengingatkan, :

”Berdo'alah kepada_Ku niscaya akan Aku kabulkan do'amu.” (QS. Al Baqarah: 172)

Allah Swt. adalah Rabb yang Maha Mengetahui akan kondisi hamba-hamba_Nya. Kapan dan bilamana Allah mengabulkan permohonan si hamba. Namun demikian terkabulnya, tidaklah terikat dengan kemauan si hamba akan tetapi lebih terikat dengan kehendak dan rencana Allah Swt. Seperti dijelaskan dalam firman Allah Ta'ala dalam surat Al Baqarah ayat 172, yang artinya kurang lebih:

”Apabila hamba-hamba_Ku menanyakan tentang Aku, sesungguhnya Aku ini dekat. Aku akan menjawab pertanyaan orang yang memohon kepada_Ku apabila ia berdo'a.”

Dari sahabat Jabir ra. bahwasanya Nabi Muhammad Saw. bersabda :

”Tiada seorang hamba yang meminta dengan suatu permohonan, melainkan Allah akan memberi apa yang ia minta, jika ia menahan diri dari suatu perbuatan maksiat, Allah Ta'ala akan menyelamatkan dirinya dari bahaya, atau diampuni dosa-dosanya. Selama si hamba tidak berdo'a kepada perbuatan (amal) yang mendekatkan diri kepada dosa, atau berdo'a agar terputus dari persaudaraan dengan karib kerabatnya.”

Syarat diterimanya do'a :

  1. Berdo'a dengan sepenuh hati dan bersifat tulus.

  2. Bersih dari dosa-dosa yang menghambat lancarnya do'a.

  3. Memulai do'a dengan hamdalah (mengucapkan sifat-sifat Allah dalam asma'ul husna), dan ditutup dengan mengucapkan kalimat ”Subhana Rabbika Rabbul Izzati amma yasifun wa Jalla salamun alal mursalin wal hamdu lillahi Rabbil 'Alamin.”

  4. Penuh harapan agar do'anya dikabulkan oleh Allah Swt.

  5. Tidak tergesa-gesa mengucapkan kalimat do'a.

  6. Menanti dengan sabar, sehingga Allah mengabulkan do'anya.

Kapan do'a seorang hamba dikabulkan oleh Allah Ta'ala? Suatu do'a yang telah dipanjatkan kepada Allah Swt. dengan jaminan bahwasanya setiap do'a hamba yang mukmin pasti akan diterima oleh Allah Ta'ala. Setiap do'a yang dipanjatkan akan dikabulkan oleh Allah Swt. dalam waktu yang telah ditetapkan. Atau Allah Ta'ala menunda mengabulkan do'a, yang akan diperkenankan dalam waktu lain. Apabila do'a seorang hamba belum dikabulkan di masa hidupnya, maka do'a itu akan dipetik hasilnya di alam akhirat. Atau akan menjadi sebab diampuninya dosa-dosa seorang hamba.

Berdo'alah karena do'a adalah perisai yang akan memberi dorongan bagi seorang hamba, di saat Ia memerlukan pertolongan Allah Ta'ala, kebutuhan manusia kepada Allah, dan merasakan kekurangan dan keterbatasan dirinya, akan menempatkan do'a sebagai suatu yang benar-benar sangat bernilai bagi manusia.

Syekh Ahmad 'Ataillah mengingatkan:

لاَ يُشَکِّـکَنَّكَ فِى اْلوَعْدِعَدَمُ وُقُوْعِ اْلمَوْعُوْدِ وَاِنْ تَعَيَّنَ زَمَنُهُ لِــــَٔلََّا يَکُوْنَ ذٰلِكُ قَدْحًا فِى بَصِيْرَ تِكَ وَاِخْمَادًا لِنُوْرٍ سَرِيْرَتِكَ

”Janganlah menjadikan seseorang ragu terhadap janji Allah, sebab sebelum terpenuhinya janji tersebut, walaupun pada saat yang sangat diperlukan. Karena meragukan janji Allah, akan menjadi sebab si hamba menjadi redup iman dan penglihatan mata hatinya, dan memadamkan cahaya jiwanya.”

Apa yang dijanjikan Allah kepada manusia tidak perlu diragukan. Karena hati yang ragu akan membawa akibat rusaknya iman dan lenyapnya sinar Allah dari hati kita. Oleh sebab itu, maka seorang mukmin hendaklah meyakini dengan sepenuh hati, bahwa yang telah dijanjikan Allah, pasti akan diterima oleh si hamba.

Allah Swt. adalah Al Khaliq yang Maha Kuasa, serta mengetahui kapan dan bilamana permintaan seorang hamba akan diberikan. Seorang hamba berhadapan dengan janji Allah wajib bersifat tenang dan istiqamah. Artinya, tidak selalu bimbang dan ragu. Karena perasaan seperti ini menunjukkan kelemahan iman.

Hubungan hamba dengan Al Khaliq adalah hubungan yang sangat dekat sekali. Akrabnya hubungan ini diibaratkan dekatnya urat kuduk dengan tengkuk kita sendiri. Oleh karena hubungan yang sangat erat ini, maka seorang hamba dapat berdialog langsung dengan Allah, dalam upaya mendengar langsung, dan merasakan langsung, anugerah-anugerah besar dari Allah, yang kadang-kadang secara implisit dapat dirasakan oleh si hamba.

Manusia dalam hubungan dengan Allah, tidaklah semata-mata karena ia tahu Allah itu wujud, akan tetapi dalam hubungan selanjutnya manusia mampu berhubungan dengan Allah melalui ”basirah”, yakni mata hati rohaninya.

Uraian berikutnya pada bab selanjutnya akan dimaklumi, bagaimana manusia menggunakan basirahnya, mengenal dan berhubungan dengan Allah Swt.

Dalam pada itu Allah Jalla Jalaluh, akan terus-menerus menguji tingkat iman manusia. Kemampuan hamba menghadapi segala peristiwa dari keteguhan dirinya mempertahankan keimanannya. Ujian dari Allah akan menentukan pula tingkat iman seorang hamba, bahkan akan menyempurnakan keimanan sang hamba.

Di atas segala hal yang diharapkan oleh si hamba dari Allah Swt. maka si hamba tetap mempunyai kewajiban melaksanakan tugas ibadahnya, dan tetap mengagungkan Allah Ta'ala sendiri, tidak menyerikatkan Allah dengan selain_Nya.

Sifat ragu dan syak kepada Allah Swt., apabila tidak berhati-hati, akan membawa akibat seorang hamba melewati batas-batas yang tidak boleh ia langgar. Batas-batas itu adalah akidah yang meliputi sifat-sifat dan Dzat Allah Ta'ala. Syak, akan membuat orang lupa, bahwa Allah Ta'ala adalah Dzat yang Maha Mengetahui, Maha Berilmu, Maha Kaya, serta Maha Mulia, lagi Adil Bijaksana.

Sifat-sifat kesempurnaan Allah Ta'ala yang tidak sama dengan sifat manusia yang pelupa, tidak mengetahui, tidak berkuasa, tidak adil adalah suatu pertanda lengkap, bahwa Allah yang memiliki sifat kesempurnaan, akan menepati janji_Nya kepada manusia.

Manusia beriman yang dilengkapi dengan Indra rasa dan pikir, adalah anugerah Allah, agar manusia memanfaatkan seluruh Indra jasmaninya untuk memahami Allah Ta'ala dalam melaksanakan tugas hidupnya dan menempa keimanannya sepanjang anugerah itu dimilikinya.

🙏