PERJALANAN DARI MAKRIFAT KE HAKIKAT.

مَـااَرَادَتَ هِمَةُ سَـالِكَ اَنْ تَقِفَ عَنْدَ مَـا كُثِفَ لَهَا اِلَّا وَنَاد َتْهُ هَوَا تُفُ الحقِيْقـةِ الَّذِىْ تَطْلُبُ اَمَـامَكَ وَلَا تَـبَـرَّجَتْ ظَوَا هُـرِاْلمُكَوَّنَاتِ اِلًَا وَنَـادَتْكَ حَقَا ءِقَهَا اِنًَمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ .
"Kehendak yang kuat mencapai makrifat tidak berarti hanya sampai kepada apa yang telah dikasyafkan Allah kepadanya, kecuali ia hanya ingin berhenti pada suara hakikat yang memanggilnya…. Suara itu mengatakan: yang engkau cari sekarang ada di hadapanmu. Jangan engkau berhenti di situ. Demikian pula ketika ia memandang keindahan alam, hakikat alam itu menegurnya. "Ketahuilah, sesungguhnya kami ini fitnah, jangan engkau terperdaya oleh kami."
Perjalanan menuju Allah bagi hamba yang tekun beribadah adalah perjalanan yang panjang. Bagi orang yang makrifat kepada Allah bukanlah semata-mata telah mengadakan ibadah secara teratur, akan tetapi memerlukan kemampuan rohaniyah yang tinggi dan luar biasa untuk sampai kepada tingkat makrifat atau tingkat ihsan. Oleh karena itu, seorang hamba dalam makrifatnya memerlukan ekstra waspada agar tidak terkecoh oleh pandangan lahiriyah dan segala tingkah laku ibadah (kegiatan spiritual) yang membawa fitnah.
Martabat makrifat itu memang bertingkat-tingkat. Dalam menuntutnya jangan sampai seorang hamba berhenti pada satu martabat saja karena merasa telah mencukupi baginya mendapatkan martabat makrifat. Sebab, dengan berhentinya seorang hamba pada suatu martabat atau akan berpindah dari satu martabat kepada martabat lainnya, ia akan berhadapan dengan cobaan yang sangat rahasia. Karena untuk mencapai hakikat melalui makrifat seorang pencari tidak boleh berhenti. Sebenarnya ketika setiap seorang hamba yang makrifat itu berhenti, terdengar seruan halus - jangan berhenti - bukan itu yang kau tuju, - tujuanmu berada didepanmu, - maka jangan berhenti, engkau bila sampai pada hakikat yang engkau cari.
Selain suara halus yang didengarnya, maka dipertontonkan pula pada pandangannya keindahan ciptaan Allah yang beraneka ragam (seperti alam dan makhluk). Penglihatan duniawi yang sangat menakjubkan, sedangkan orang yang melihat terkagum-kagum oleh tontonan tersebut. Penglihatan yang dialami si hamba makrifat akan terpengaruh. Ia akan melihat masalah dunia dan rohani seperti suatu yang sangat hebat dalam bentuk spiritual. Ada kebesaran, ada rezeki, ada pertunjukan (yang dengan peristiwa itu orang tunduk dan patuh). Ada pula manusia yang dapat berjalan di atas air, ada orang yang nampaknya begitu saleh yang mampu mengetahui apa yang akan terjadi, atau peristiwa luar biasa.
Ketika si hamba ingin berhenti karena terpengaruh batinnya, -maka terdengar seruan halus yang masuk ke dalam hatinya - jangan, - jangan engkau berhenti di situ, semua pandanganmu adalah fitnah licik (tentunya dari setan), perjalananmu masih jauh di depanmu, - jalanlah terus!!! Sebenarnya suara halus itu berasal dari semua yang ia lihat. - Jangan ikut aku, sungguh aku adalah fitnah. - Andaikata seorang hamba makrifat tertipu oleh penglihatannya sendiri, lalu ia jatuh ke dalam peristiwa yang dilihatnya, maka turunlah martabat makrifat ke tingkat yang lebih rendah, atau sama sekali jatuh.
Syekh Abu Hasan Asy Syadzily mengingatkan kepada setiap hamba yang berjalan dengan makrifat menuju hakikat:
- Jagalah pergaulan, agar tidak membawa akibat rusaknya makrifatmu kepada Allah.
- Bergaullah dengan para salihin dan sadiqin agar makrifatmu terpelihara kesuciannya.
- Pelihara pula hubungan dengan Allah melalui petunjuk yang hak, melalui wahyu Allah, yaitu Al Qur'an dan sunnah Nabi.
- Palingkan wajahmu dari pengaruh dunia yang berlebih-lebihan, akan tetapi jangan engkau abaikan bagian yang dapat ditarik manfaatnya untuk ber-ta'abbud.
- Jauhilah musuh yang bermaksud mempengaruhimu, terutama yang secara halus ingin menggelincirkanmu.
- Hindarkan diri dari pengaruh dan berlakulah zuhud dari hiruk-pikuk dunia. Teguhkan pendirianmu bersama Allah dengan sifat muraqabah dan terus menerus bertobat dalam keadaan waspada dan istighfar, kemudian teguhlah berpegang kepada hukum-hukum Allah ”Adalah Allah itu selalu waspada atas segala sesuatu.”