TAMAK SEBAGAI PENYEBAB KEHINAAN DIRI.

”Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”.

مَا بَسَقَتْ اَغْصَـــانُ ذُلٍّ اٍلاَّ عَلَى بَذْ رٍطَمَعٍ
"Tidaklah akan berkembang biak cabang-cabang kehinaan itu, hanyalah di atas biji ketamakan."
Tamak termasuk salah satu penyakit hati yang tidak istiqamah kepada anugerah Allah. Jiwa gelisah, hendak begini hendak begitu. Terhuyung ke kiri dan ke kanan, seperti pohon yang di hembus angin.
Tamak adalah sifat manusia yang ingin memborong segalanya dan mengumpulkan semuanya. Tidak ada yang ia sukai, semuanya ia suka tanpa mau mengetahui apa gunanya. Milik yang ada di tangan orang pun disukainya, untuk itu ia akan berusaha memperolehnya. Sifat tamak itu juga menghilang rasa malu.
Ia sangat suka kepada barang-barang duniawi tanpa mengetahui manfaatnya. Ia pun tidak ingin mengetahui halal atau haram suatu benda yang telah dan ia miliki. Tamak adalah sifat yang merusak amal, dan kebaikan diri yang sangat tidak sesuai dengan hidup orang beriman.
Ketamakan yang merusak amal itu akan berakibat dengan kehinaan. Karena pada hakikatnya tamak adalah tanda kelemahan iman seseorang. Iman itu adalah wujud dari kelemahan pribadi manusia, dan kemuliaan itu adalah sifat orang beriman.
Keutamaan adab dan cita-cita orang beriman yang diangkat kehadapan Allah Ta'ala menjadi suatu kekuatan orang-orang mukmin dan ketenangan hatinya, Allah Ta'ala berfirman : "Bagi Allah jua semua kemuliaan dan kekuatan, demikian juga bagi Rasul-Nya dan bagi orang beriman sedangkan orang-orang munafik itu tidak mengetahui." (QS. Munafiqun: 8).
Sebagaimana izzah (sifat mulia) itu adalah sifat orang beriman, maka kehinaan itu adalah sifat orang-orang ingkar dan munafik. Seperti firman Allah dalam surat Al Mujadalah ayat 20, "Orang-orang yang menantang Allah Ta'ala dan utusan-Nya, mereka termasuk orang yang paling hina."
Abu Bakar Al Warraq Al Hakim berkata, Bila ditanyakan kepada tamak siapakah ayahnu? pasti tamak akan menjawab, ayahku adalah keraguan-raguan kepada takdir. Bila ditanyakan kepadanya, apa pejerjaanmu? tentu ia akan menjawab, pekerjaanku adalah kehinaan. Bila ditanyakan kepada nya lagi, apa tujuanmu? maka ia akan menjawab, ialah halangan, tidak memperoleh apa-apa jua.
Abu Hasan Naisabury mengata-kan,"Barangsiapa yg. menetapkan bagi dirinya mencintai sesuatu hal masalah dunia, maka iapun telah menyandang sifat tamak, dan apabila tamak itu sudah mulai dijadikan awal dari kecintaannya, maka ia telah memulai dari kehinaan."
Sifat tamak, tetap saja tidak dapat diterima oleh hati yang berhiaskan keimanan, karena bertentangan dengan niat manusia dalam hidup, agar manusia dapat hidup bersama yang harmonis sesuai dengan kehendak Allah Ta'ala.
Kali tertentu Khalifah Ali bin Abi Talib ke Masjid Basrah. Khalifah menjumpai beberapa orang yang sedang menyampaikan pelajaran dalam Masjid. Beliau mendatangi mereka, sambil mengadakan dialog singkat. Seakan-akan beliau mengadakan ujian untuk menyaring siapa diantara mereka yang boleh berceramah di Masjid Jami' yang termasyhur itu. Mereka yang tidak menjawab pertanyaan Khalifah dengan tepat, tidak boleh meneruskan pelajarannya. Sampai lah pada saat itu giliran seorang mubaligh yang masih remaja. Khalifah bertanya kepada pemuda Hasan Basri sebagai berikut. Apakah yang dapat memperkuat agama ini? Jawab Hasan Basri, itulah wara'. Sahabat Ali bertanya pula. Apa yang dapat meruntuh kan agama? Hasan Basri menjawab, "itulah tamak" Jawaban Hasan Basri ini memuaskan Khalifah, dan beliau merasa cukup Hasan Basri di perbolehkan meneruskan pelajaran yang akan di sampaikan di Masjid itu.
Itulah pelajaran singkat yang sangat bermanfaat dari dialog yang dilakukan Khalifah Ali dengan para Mubaligh dan Ustad di Masjid Jami' Basrah yang terkenal. Tamak sudah jelas suatu sifat manusia yang dapat meruntuhkan sendi-sendi hidup beragama, sedang sifat wara' adalah sifat orang-orang mulia dan saleh yang akan memuliakan agama dan memberi kekuatan hidup dalam beragama.
Telah berkata Syekh kami, "Ketika pertama kali saya memberi pelajaran di Iskandaria (Ibu kota Mesir lama), suatu waktu ketika saya hendak membeli sebagian keperluanku, dari orang yang kebetulan kekenal, maka dalam hatiku timbul keraguan, kalau-kalau kenalanku itu tidak akan menerima pembayaran dariku." Maka terdengarlah ketika itu bisikan hati kecilku berkata, "Menjaga keselamatan agama adalah dengan cara tidak menghambat harapan yang diharapkan oleh sesama makhluk Tuhan."
Apakah wara' itu sebenarnya? wara' adalah salah satu sifat mulia hamba Allah yang saleh, untuk tidak terlalu terikat dengan keperluan dunia, menerima dengan ikhlas apa yang ada di tangannya, dan bersyukur atas semua yang sudah dimilikinya, serta tidak merasa iri dengan apa yang menjadi milik orang lain. Sifat wara', mampu menghancur-kan keinginan yang berlebih-lebihan, sebab keinginan yang berlebih-lebihan akan menimbul-kan rasa iri serta rasa dengki. Sifat iri dan dengki adalah sifat iblis yang akan melahirkan api yang bisa menghancurkan kesucian jiwa dan raga manusia.
Sifat wara', menimbulkan sifat qana'ah merasa cukup dengan apa yang sudah ada di tangannya. Sifat qana'ah akan menumbuhkan sikap sederhana yang sangat diperlukan oleh jiwa yang selalu ragu dan bimbang. Sifat qana'ah akan melahirkan pula sifat teguh mempertahankan istiqamah, keteguhan jiwa dlm.menjalankan prinsip agama yang berkaitan dengan adab terhadap Allah dan akhlak terhadap sesama manusia. Sifat wara', yang dinampakkan dalam kehidupan umat akan menumbuhkan sifat menghindari perbuatan syubhat, dan mengeluarkan manusia dari kesulitan yang sedang menambah syaraf pikiran, serta memberi kemampuan untuk memecahkan persoalan yang sulit. Akibat khusus dari sifat wara' dalam diri orang beriman adalah ketenangan dirinya menghadapi persoalan hidup.
Tingkat wara' yg. tertinggi adalah harapan seorang hamba dalam seluruh bentuk kehidupan hanya diperoleh dari Allah Swt. belaka. Tidak ada hubungannya dengan manusia. Ia melihat semua yang ia terima, ia beri, ia tolak semata-mata atas izin dan anugerah Allah belaka.
Yahya bin Mu'az berkata, "wara' mempunyai dua wajah. Yaitu wara lahiriah, tidak mengharap kecuali dari Allah, dan wara' bathiniah, ia tidak memasukan masalah duniawi yang dilihat, kecuali hanya Allah."
Manusia muslim yang bersifat wara', tidak berarti dalam masalah duniawi ia menolak kehadiran benda-benda duniawi, sama sekali tidak. Mereka tetap memperhati-kan masalah keduniawian dan kelengkapan hidupnya, akan tetapi tidak menempatkan barang-barang duniawi itu kedalam hati. Tidak membiarkan benda dunia itu mengusai hati dan jiwa mereka, apalagi membelenggu jiwa. Benda dunia bagi orang arif yang saleh lagi bermakrifat bukanlah kepentingan yang harus dikejar dan diunggulkan.
Benda duniawi itu bukan satu-satunya kelengkapan hidup manusia. Sehingga tanpa itu semua tidak sempurnalah hidup insan ini. Benda dunia ini menurut orang beriman hanyalah penunjang kebutuhan manusia. Manusia boleh memiliki harta, tetapi harta itu tidak diletakan dalam hati, karena harta adalah benda lahiriah yang letaknya di luar hati dan jiwa kita. Jangan sampai harta benda duniawi itu melekat dalam hati kita, karena kelak akan mempengaruhi jiwa dan kestabilan hidup manusia.
Memang Al Qur'an menjelaskan bahwa manusia itu suka dan cinta kepada harta benda dan nafsu syahwat, tetapi tidak berarti benda benda itu akan mengusai manusia dan mendominasi pikiran dan jiwa hamba Allah. Sebab, apabila harta benda dunia itu telah mengusai manusia dan pikirannya, tentu akan mempengaruhi jiwa, dan selanjutnya menghambat hubungan ibadah insan dan Al Khalik, dan akan menjadi penghambat taqarrub insan dengan Allah Swt. Harta benda tidak lain hanyalah sebagai penunjang hamba dalam melengkapi hidupnya dalam ibadahnya dengan Allah Ta'ala.
Setiap orang telah diberi rezeki oleh Allah Ta'ala menurut ketentuan dari-Nya sendiri. Hanya dalam hal ini terdapat perbedaan dari masing-masing hamba. Mereka semua memperoleh rezeki nya dan menikmati rezeki itu, mengelola dan memakan. Hanya dalam menikmati rezeki Allah itu berbeda satu dengan lainnya. Ada yang makan dengan menunggu belas kasih atau iba orang lain, ada yang menikmati rezekinya dengan kerja keras, ada yang menikmati dengan menunggu datangnya pembeli, ada yang menikmatinya dengan menanti pembayaran gaji, dan ada yang yang menikmatinya dengan kemuliaan, yang merasa langsung menerima rezeki sebagai anugerah tak terduga dari Allah, seperti para sufi.
Selanjutnya dalam kaitannya dengan tamak dan akibat-akibat nya seperti telah diuraikan sebelum ini. Syekh Ahmad Ataillah menjelaskan pula suatu penyakit yang bernama wahm, artinya angan-angan. Adapun wahm ini suka memaksa jiwa seseorang agar mengikuti kemauan dan angan-angan yang ada di benak dan perasaannya. Sesungguhnya angan-angan itulah yang menjadi pemicu lahirnya sifat tamak dalam jiwa manusia. Angan-angan (wahm) termasuk menghayal atau lamunan yang sesuai dengan kenyataan yang dihadapi si pelamun. Kadang-kadang lamunan yang ada.dalam pikiran yang abstrak itu melambung sangat tinggi, sehingga, sehingga si pelamun berada di atas awang-awang yang menggambarkan suatu yang luar biasa yang dialami nya, padahal sesungguhnya ia berada di atas bumi alam realita. Wahm itu merusak pikiran dan mengundang kehendak yang berupa sifat rakus, perbuatan maksiat, mengambil milik orang, dan perbuatan yang mengundang kejahatan dan maksiat lainnya. Selain itu wahm merusak jiwa dan akhlak. Karena wahm akan membuat rekayasa negatif seakan sudah positif. Semuanya berjalan di luar kemampuan yang dimiliki oleh si pelamun.
Si penghayal tidak mau mengerti bahwa sebenarnya tidak mungkin lamunannya terwujud, sebab selain di luar kemampuan dirinya, juga tidak sesuai dengan kehendak Allah yang sudah ditakdirkan. Wahm itu bukan ikhtiar, akan tetapi semata-mata lamunan yang tentu saja tanpa rencana dan ikhtiar. Itulah sebab ketamakan dan kerakusan cepat lahir dari sifat tersebut.
Hanya orang yang beriman kepada dan qadar Allah Swt. yang percaya bahwa bahwa hidup manusia ini berada dalam kendali Allah Swt, telah menetapkan sebelum semua perjalan hidup manusia. Keinginan seperti ini akan melepaskan manusia dari sifat tamak atau rakus, sehingga manusia terlepas pula dari perbuatan hina. Sebab pada dasarnya sifat tamak itu akan mudah menjadikan manusia sebagai budak karena lamunan yang tak putus-putus.
Dalam segala persoalan yang berupa kehidupan duniawi, agama Islam telah mengajarkan sifat utama, itulah yang dinamakan qana'ah, artinya hidup dalam keadaan merasa cukup dengan apa yang ia terima dan dari Allah , atau hidup dalam kesederhanaan. Hidup tidak terlalu tinggi dalam masalah duniawi, dan juga tidak terlalu rendah. Suka memanfaat-kan anugerah Allah dengan sebaik-baiknya dan seefektif-efektifnya. Tujuannya untuk menunjang ibadah kepada Allah, dan mengharap keridaan-Nya semata.
Qana'ah mengajarkan kita, umat Islam dan hamba Allah yang bermakrifat, agar hidup ini terhindar dari rasa tamak, rakus, keinginan yang tidak terkendalikan kadang-kadang akan menimbul - kan bermacam-macam penyakit hati, seperti iri, dengki, dan banyak lagi penyakit hati lainnya disebabkan oleh sifat tamak. Obat satu-satunya ialah qana'ah. Dalam satu pepatah Arab, disebut : Faqna'walatatma' (bersifat qana'ahlah dan janganlah tamak). Tak ada suatu apa pun yang sangat tercela., melebihi tamak. Kepada hamba Allah, terutama mereka yang menuju atau mencari makrifatullah, hendaklah waspada, agar tidak tertimpa penyakit yang dapat menghalangi hubungan taqarrub si hamba dengan Al khalik wahidul Qohhar.