HIJAB ANTARA MANUSIA DENGAN ALLAH.
مَـاحَجَبَكَ عَنِ اللّٰهِ وُجُوْدُ مَوْجُوْدٍ مَعَــــهُ وَ لٰکِنْ حَجَبَكَ عَـنْــهُ تَوَهُّــمُ مَوْجُوْدٍ مَـعَــهُ .
”Tidak ada hijab apapun antara engkau dengan Allah Ta'ala, akan tetapi yang menjadi hijabnya antara dugaanmu ada lagi yang lain di samping Allah.”
Pada hakikatnya tidak ada sesuatu kecuali Allah. Sehingga dengan demikian seorang hamba dapat melihat Allah dengan mata hatinya (dengan basirahnya). Apabila ada yang menghalangi antara manusia dengan Allah, sehingga si hamba tidak dapat melihat Allah, hal itu hanya dugaan si hamba sendiri, yang merasa ada yang lain di samping Allah Swt., maka terhalanglah penglihatan si hamba sehingga tidak dapat melihat_Nya.
Segala sesuatu pada hakikatnya tidak ada. Yang wajib ada hanyalah Allah Ta'ala. Hal selain itu tergantung kepada belas kasih Allah, hendak diadakan atau tidak, hendak diciptakan atau tidak.
Sesungguhnya beriman kepada Allah adalah naluri insan. Seorang hamba yang mau memahami dirinya sendiri akan memahami dengan sendirinya, bahwa Allah Ta'ala itu ada. Adanya Allah Ta'ala itu tidak memerlukan adanya yang lain. Allah tidak membutuhkan sesuatu yang lain untuk menunjukkan keberadaan_Nya. Sebab, segala yang diciptakan Allah di langit dan di bumi telah membuktikan adanya Allah Swt.
Hamba Allah yang memahami dan mempelajari dengan cermat tentang dirinya dan segala sesuatu yang ada di luar dirinya pasti akan memahami Tuhan Pencipta alam semesta. Apabila seorang hamba merasa terhalang untuk beriman kepada Allah karena ada sesuatu di samping Allah, maka ia belum sampai kepada pemahaman tentang dirinya sendiri. Sebab, siapa yang mengenal dirinya sendiri, pasti ia akan mengenal Tuhannya.
Oleh karena itu tidak ada penghalang bagi seorang hamba mengenal hakikat Allah di antara Allah sendiri. Makhluk yang ada di alam ini bukan penghalang, bukan hijab untuk mengenal Allah. Hanya perasaannya jua yang memperkuat dugaannya bahwa di samping Allah ada makhluk yang jadi penghalang baginya. Apabila ada penghalang antara hamba dengan Allah, maka berarti penghalang itu lebih dekat dengan daripada si hamba sendiri, padahal harus Sebaliknya.
Seorang hamba yang menyembah Allah pada dasarnya tidak ada penghalang, bahkan tidak boleh diadakan perantara. Hamba hendaklah langsung berhubungan dengan ma'budnya. Semua yang ada di dunia ini adalah makhluk ciptaan Allah. Makhluk hanyalah suatu bayangan, seperti bayangan pohon di dalam air.
Bayangan pohon itu tidak dapat menjadi penghalang antara abid dengan ma'bud. Hanya hamba sendiri yang merasa adanya penghalang tersebut dari bayangannya sendiri. Atau seperti seorang yang pada suatu malam mendengar suara hembusan angin yang masuk ke lubang angin tempat tidurnya. Bunyi angin itu seperti bunyi suara Harimau. Sebenarnya ia ingin ingin keluar untuk membuang air, akan tetapi ditundanya karena takut. Pagi harinya ketika ia bangun tidak nampak bekas kaki harimau sedikitpun. Peristiwa itu hanya suatu dugaan dari perasaan takutnya saja.
Wujud Allah Swt. bagi orang beriman, tidak boleh dibandingkan dengan apapun. Bahkan tidak boleh dibandingkan dengan siapa pun. Wujud Allah adalah berdiri sendiri. Dialah yang awal dan Dialah yang akhir, yang lahir dan yang batin. Tidak ada sesuatu pun yang sama dengan_Nya. Ia tempat bergantung, dan tidak beranak dan tidak diperanakan. Ia adalah Al Ahad.
Menyembah Allah tidak boleh membayangkan sesuatu selain Dia. Sebab membayangkan sesuatu berada disamping Allah akan menyebabkan iman kita menjadi rusak, walaupun kerusakan yang sangat kecil. Bayangan itu dapat juga menjadi bayangan syirik yang akibatnya akan melanggar hak-hak Allah.
Yang mudah mengenal ialah dengan mengenal seluruh ciptaan_Nya, itulah yang paling hakiki. Manusia boleh menganggap semua ciptaan Allah sebagai bukti adanya Allah dan mengenal Allah. Akan tetapi tidak berarti Allah berada pada benda-benda ciptaan_Nya. Allah Ta'ala tidak menjelma, dan tidak akan menjelma pada benda ciptaan_Nya sendiri.
Nabi Muhammad Saw. bersabda, ”Kalian boleh memikirkan ciptaan Allah, akan tetapi tidak memikirkan Dzat Allah sebab, kalau berbuat demikian maka kalian akan hancur.”
Syekh Ahmad 'Ataillah mengingatkan:
لَوْلَاظُهُوْرُهُ فِى اْلمُکَوَّ نَاتِ مَا وَقَعَ عَلَيْهَا وَجُوْدُ اَبْصَـارِ لَوْظَهَـرَتْ صِفَــاتُهُ اضْمَحَلَّتْ مُــکَوَّنَاتُهُ .
”Andaikata Allah tidak menampakkan kekuasaan pada benda-benda alam, tidak mungkin adanya penglihatan pada_Nya. Andaikata Allah Ta'ala menampakkan sifat-sifat_Nya, pasti benda-benda itu akan musnah.”
Andaikata Allah Ta'ala menampakkan diri_Nya pada makhluk di alam semesta ini, maka Allah akan mudah terlihat. Akan tetapi Allah tidak akan menyatakan diri_Nya dalam bentuk benda, sebab benda-benda itu adalah ciptaan Allah sendiri. Pencipta lebih mulia dari hasil ciptaan_Nya. Oleh karena itu sang Pencipta menunjukkan diri_Nya dalam bentuk ciptaan ciptaan-Nya sendiri. Sebab, kalau demikian, tidak ada bedanya antara Maha Pencipta dengan ciptaan_Nya. Dan benda-benda ciptaan itu akan hancur berantakan Apabila wujud Allah sama dengan benda-benda.
Manusia melihat Allah dengan mata kepalanya sendiri adalah sesuatu yang sangat mustahil. Para Nabi zaman dulu pun tidak mampu melihat Allah. Allah Swt. berfirman dalam surat Al A'raf ayat 143 :
Kamu (Musa) tidak akan mampu melihat_Ku. Akan tetapi lihat kepada bukit itu, kalau ia tetap di tempatnya, kamu akan dapat melihat_Ku. Tuhan pun menampakkan diri_Nya dengan sifat-sifat_Nya pada gunung itu, maka gunung itupun hancur berantakan. Ketika Musa mengetahui hal itu, ia pun jatuh pingsan. Tatkala Nabi Musa telah sadar, ia berucap, ”Maha Suci Engkau, aku bertaubat pada_Mu, dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman.”
Ayat ini menjelaskan bahwa sifat-sifat Allah dan Dzat_Nya tidak ada yang mampu menyamainya. Allah yang Maha Esa, tidak sama dengan makhluk_Nya. Allah Ta'ala tidak sama dengan makhluk_Nya, karena makhluk itu adalah ciptaan Allah.
Allah Swt. berfirman dalam surat Ar Rahman ayat 26-27:
”Segala yang ada dimuka bumi ini akan musnah. Dan kekallah wajah Tuhanmu yang Maha Agung dan Maha Mulia.”
"Dan barang siapa menyembah tuhan yang lain selain Allah, padahal tidak ada suatu bukti pun baginya tentang itu, maka perhitungannya hanya pada Tuhannya. Sungguh orang-orang kafir itu tidak akan beruntung." Dan katakanlah (Muhammad), Ya Tuhanku, berilah ampunan dan (berilah) rahmat, Engkaulah pemberi rahmat yang terbaik."
(QS. Al-Mu'minun: Ayat 117-118).