PEMBAGI DAN PENCEGAH.

مَـنْ تَمَـامِ النِّعْـمَـةِ عَلَيْكَ اَنْ يَرْزُقَكَ مَـايَكْفِيْكَ مَـايُطْغِيْكَ.
"Dari kesempurnaan nikmat Allah untukmu, adalah memberimu rezeki yang dapat mencukupimu, dan mencegah apa yang dapat menyesَatkanmu."
Allah SWT. telah mengatur rezeki manusia dan mencukupinya sesuai dengan usia yang akan dilalui manusia sepanjang hayatnya. Anugerah Allah berupa rezeki, benar-benar dirancang untuk manusia. Rancangan Allah ini terbagi dengan adil untuk setiap orang, menurut kemampuan mereka masing-masing.
Dalam suatu hadist Rasulullah ﷺ menjelaskan, bahwa manusia telah ditetapkan untuk mendapat rezeki, sesuai dengan usia mereka Masing-masing. Rezeki itu habis dengan habisnya usia manusia itu sendiri.
Fungsi rezeki bagi manusia muslim tidak lain adalah untuk menunjang ibadah, dan tugas-tugas muamalah dan jihad Islam. Peranan kaum muslimin dalam hal harta yang diterima menurut ajarin Islam adalah membelanjakan kepada hal-hal yang bermanfaat, dan menghindari diri dari membelanjakan kepada hal-hal yang haram. Memelihara harta termasuk cara mendapatkannya. Islam mengajarkan agar hamba Allah mendapatkan rezeki dari jalan yang halal dan diridai Allah Ta'ala. ٍ
Jangan sampai hamba Allah yang saleh menjadi orang yang tamak setelah mendapatkan bagian rezekinya dari Allah. Allah SWT berfirman dalam surat Al 'Alaq ayat 6-7, "Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena ia melihat dirinya serba cukup.
Fungsi harta yang sesuai dengan ajaran Islam di antaranya:
- Mendapatkannya dengan jalan yang halal dan menghindari yang haram.
- Membelanjakan sesuai dengan kehendak syari'at, ialah untuk memperkokoh ibadah, memperbanyak amal dan untuk syiar dan dakwah Islam.
- Tidak bakhil dengan harta yang dikaruniai Allah untuk manusia, dan menempatkan harta itu pada fungsi sosial.
- Tidak bersifat tabzir, dengan cara memboroskan harta dengan membelanjakan kepada perbuatan maksiat.
- Mengeluarkan harta secara tertib, terprogram seefektif mungkin.
Allah SWT. mengingatkan para hamba seperti tersebut dalam surat Al Lail ayat 5-11, "Adapun orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik, maka Kami (Allah) kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Adapun orang yang bakhil (tamak) dan merasa dirinya cukup serta serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami (Allah) akan menyiapkan baginya jalan yang sukar, dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa."
Dari sahabat Sa'ad bin Abi Waqqas ra. bahwa Rasulul ﷺ bersabda, “Sebaik-baik rezeki ialah yang mencukupi, dan sebaik-baik dzikir ialah dzikir yang ringan." Dalam salah satu hadist yang diriwayatkan dari sahabat Abi Darda ra. Rasulullah ﷺ bersabda, "Tiada terbit atau terbenamnya matahari, kecuali di sisiNya ada dua malaikat yang berseru, sedangkan seruan itu didengar oleh semua makhluk kecuali manusia dan jin, yang berbunyi, " Wahai manusia kembalilah kalian kepada Tuhan. Ketahuilah bahwa sesuatu yang sedikit akan tetapi mencukupi itu lebih baik daripada yang banyak akan tetapi menyesatkan."
Allah SWT. memerintahkan manusia agar terus menerus berusaha mendapatkan anugerah Allah di dunia agar memperoleh manfaat dari semua pemberian Allah. Manusia diperkenankan menuntut kemaslahatan dunia, dan menjadikan dunia sebagai jembatan untuk mencapai hidup bahagia di akhirat. Menempatkan dunia sebagai lahan memperbanyak lahir dan batin. Karena perjalanan ke akhirat itu sangat panjang dan sangat lama, maka bekalnya pun harus banyak. Oleh karena hidup di dunia ini hanya sementara, sedangkan hidup yang sesungguhnya dan abadi ialah negeri akhirat, maka sudah sepantasnya manusia mempersiapkan dirinya dengan bekal yang banyak agar kehidupan di akhiratnya kelak akan terpenuhi sesuai dengan janji Allah Ta'ala.
Jangan pula manusia tertipu oleh kesenangan dan gemerlapannya dunia, sehingga ia lupa hidup di akhirat dan batas usianya. Manusia dianugerahi rezeki sebatas usianya. Jangan sampai pula kesenangan dunia melupakan, karena kebahagiaan akhirat tetap diingatkan. Syekh Ahmad Ataillah mengatakan.
لِيَقِـلَّ مَـا تَفْرَحُ بِهِ يَقِلَّ مَـاتَحْزَنُ عَلَيْكَ.
"Hendaklah dikecilkan apa yang menyenangkanmu, agar supaya menjadi sedikit pula apa yang menyusahkanmu."
Seorang Hukama' pernah menerima pertanyaan, mengapa ia tidak pernah nampak bersusah? Dijawabnya, bahwa selama ini ia tidak pernah menyimpan barang, dan apabila hilang tidak membuatnya susah. Sebab yang menyenangkan itu biasanya menyusahkan. Apabila barang yang dicintai itu sedikit, maka susahnya pun sedikit. Bila barang yang dicintai itu banyak, maka banyak pula susahnya.
Memang dalam hidup hendaknya selalu waspada dan berhati-hati agar tidak tergelincir kepada perbuatan yang haram dan amal maksiat. Segala yang ada di dunia ini dan yang ada di tangan kita wujudnya hanya sementara. Ia adalah amanah Allah yang dititipkan kepada manusia. Boleh menyimpannya akan tetapi jangan mencintainya, sebab akan menjadi manusia bakhil, akan tetapi jangan pula menyia-nyiakannya, sebab akan menjadi manusia yang zalim.
Barang berharga yang biasa kita simpan dan kita cintai, akan membawa dua perkara, bala' dan miskin. Kalau benda itu hilang akan memberatkan pikiran dan perasaan kita. Kalau terus dipikirkan jadilah bala' bagi diri kita. Apabila barang itu rusak akan membuat kita menjadi orang bodoh, karena benda itu akan memperbudak kita, dengan memperbaiki benda mati, mengeluarkan uang dan menghabiskan waktu, kita pun menjadi seperti orang miskin, karena kita masih memerlukan benda mati tersebut.
Kadang-kadang kita seperti anak kecil yang bodoh, menangis terisak isak karena kehilangan sesuatu yang sangat disenangi. Kadang-kadang kita seperti orang tua yang dungu, sangat berhati-hati dan risau, karena menyimpan sesuatu yang dicintai. Demikian itulah dunia dan demikian pula kehidupan.