NURULLAH DALAM HATI.

اَنْوَارٌ اُذِنَ لَهَا فِى اْلوُصُوْلِ وَاَنْوَا رٌاُذِنَ لَهَا فِى الدُّخُوْلِ .
”Ada cahaya Allah yang diizinkan sampai ke hati, dan cahaya Allah yang diizinkan masuk menempati hati.”
Ada cahaya Allah yang hanya menempel pada bagian luar hati, ada cahaya Allah masuk menempati di dalam hati. Yang menempel di hati itulah Islam dan yang berada di dalam hati itu adalah iman.
Cahaya Allah yang hanya menempel di hati, adalah sifat manusia yang telah menjadi muslim akan tetapi belum berkonsentrasi sepenuhnya kepada Allah. Pikirannya belum utuh tertuju kepada Allah, ia masih mudah terpengaruh oleh lingkungan dan alam sekitarnya. Sedangkan cahaya yang masuk ke dalam hati, telah menjadi satu di dalam hati hamba Allah. Ia telah konsentrasi dalam imannya, jauh dari pengaruh lingkungan dan alam sekitar dan hal-hal lain yang merusak konsentrasinya. Hati dan pikirannya hanya tertuju kepada Allah dan mencintai Maha Pencipta. Ia beribadah karena Allah semata. Ia juga beramal sebagai manusia dunia lainnya akan tetapi ia tidak mengikat diri dengan dunia. Ia hanya mencari keselamatan di dunia dan di akhirat.
Beberapa ulama berpendapat bahwa apabila iman itu berada di luar hati maka si hamba adalah pecinta dunia dan akhirat. Separuh hatinya mencintai Allah dan separuh lagi menyukai dirinya sendiri. Akan tetapi apabila iman telah menembus lubuk hatinya, maka dunianya akan ditinggalkannya serta terus menolak panggilan hawa nafsunya.
Mencintai Allah artinya seluruh kegiatan ibadah hanya ditujukan untuk Allah. Si hamba tidak lagi menginginkan pengaruh luar masuk mencapai hatinya yang telah berhias iman. Ingin menembus cakrawala Ilahiyah dengan hati yang utuh, tidak terbagi oleh pengaruh duniawi yang fana, sehingga ia harus membagi pikirannya tanpa konsentrasi penuh kepada Allah.
Seorang hamba yang saleh hendaklah mampu menghindari pengaruh nafsu yang akan menutup hati manusia dari cahaya Ilahi. Seperti dikatakan oleh Syekh Ahmad Ataillah:
رُبَّـمَـا وَرَدَتْ عَلَيْكَ اْلأَنْوَارُ فَوَجَدَتِ اْلقَلْبَ مَحْشُوًّا بِصُوَرِ اْلأٓثَارِ فَاتُحَلَتْ مِنْ حَيْتُ نَزَلَتْ فَـرِّغْ قَلْبَكَ مِنَ اْلأَغْيَارِ يَــلَأْهُ بِاْلمَعَارِ فِ وَاْلأَسْرَارِ .
”Kadang-kadang datang kepadamu berbagai cahaya Ilahi, akan tetapi cahaya-cahaya Allah menemukan hatimu penuh dengan masalah duniawi, lalu kembalilah ke tempat dari mana ia turun. Hendaklah engkau kosongkan hatimu dari segala sesuatu selain Allah, tentu Allah akan memenuhi kehendakmu dengan makrifat dan kerahasiaan-Nya.”
Cahaya-cahaya Ilahiyah yang masuk ke dalam hati adakalanya tidak menemukan yang sesuai dengan kedudukannya. Karena begitu banyak perkara duniawi yang berkecamuk dan meliputi seluruh permukaan hati manusia. Ketika cahaya Allah itu memasuki hati yang telah dikotori oleh masalah hidup itu, terpaksa nurullah itu kembali kepada pemiliknya.
Jelas bahwa kebaikan itu tidak dapat menerima keburukan, karena kedua hal ini adalah ufuk yang tidak mungkin dipertemukan. Oleh karena itu seorang hamba Allah yang menghendaki nurullah itu masuk dalam hatinya, hendaklah ia bersihkan hatinya dari kotoran yang melekat di dalamnya. Kalbu kita seharusnya tetap dalam kesucian, barulah nurullah itu masuk dan bersemi dengan utuh di dalam hati sanubari kita.
Mustahil nurullah itu akan bertahtah dalam hati manusia, padahal hawa nafsu dan syahwat keduniaan masih memenuhi lubuk hati kita.
Hati manusia pada dasarnya bersih dan suci. Ketika manusia lahir ke dunia ia telah dihiasi oleh Allah dengan kalbu sakinah yang dikokohkan oleh nafsu Mutmainnah.
Nurullah adalah cahaya Ilahi yang ada di alam ini yang memancar secara lahir dan secara batin. Pancaran lahiriah ditebarkan kepada alam semesta alam, sehingga seluruh makhluk di dalamnya (tumbuhan, hewan dan benda-benda lainnya, terutama manusia) mendapat cahaya Ilahi itu dengan merata. Pancaran nurullah itu berada pada maujud ciptakan-Nya yang menjelma pada benda-benda langit. Pancaran benda langit sebagai ciptaan Allah, seperti matahari, bulan, dan bintang memberi kehidupan bagi makhluk dan benda-benda bumi. Tanpa sinar matahari tidak ada kehidupan. Bumi kita akan mati dan menjadi tidak berarti. Demikian juga juga hati nurani kita akan gersang dan mati, tanpa matahari ruhani atau sinar Ilahiyah yang bersifat batin.
Cahaya lahir, dari Allah untuk keperluan jagad raya ini, dan cahaya batin, adalah untuk hati dan jiwa manusia. Cahaya batin membentuk kesucian ruh untuk menghadapi godaan setan dan pengaruh hawa nafsu maksiat.
Allah Ta'ala berfirman dalam surat Az-Zumar ayat 69, ”Dan memancarlah cahaya bumi dengan nur Tuhannya, ”Dalam surat An-Nur ayat 22, dijelaskan, ”Adapun orang yang telah Allah buka dadanya dengan Islam, maka ia telah mendapatkan cahaya dari Tuhannya.”