Basmalah



”Dengan menyebut nama Allâh yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”.
KEKHUSUSAN DAN KEIKHLASAN.



لَيْسَ کُـلُّ مَنْ شَبَتَ تَخْصِيْصُهُ کَمُـلَ تَخْلِيْصُـهُ

"Tidaklah setiap orang yang menampakkan kekhususannya, dengan sendirinya sempurna keikhlasannya."

Sifat-sifat kekhususan artinya sifat yang dimiliki hamba Allah yang shaleh dan taat di luar kebiasaan manusia pada umumnya. Sifat kekhususan ini adalah anugerah Allah kepada sebagian hamba-hamba-Nya. Biasanya kekhususan seperti ini disebut juga kekeramatan, berasal dari kata keramat (kehormatan dari Allah, kepada si hamba, karena keshalehannya yang luar biasa). Semua ini adalah pemberian dan Inayah Allah Ta'ala kepada hamba-hamba-Nya yang shaleh.

Mereka memiliki insting rohaniyah yang halus, dalam kekuatan batiniah, sebagaimana sifat para muqarrabin yang mendapat Inayah dari Allah Ta'ala. Kekhususan itu pun karena ilmu (ahli ilmu) yang ada dalam dada mereka, dan kecintaan Allah kepada mereka. Adalah mereka itu orang zuhud kepada dunia yang banyak mujahadah dan wiridnya kepada Allah. Allah Ta'ala memberikan kekeramatan pada hamba yang dipilihnya karena keikhlasan mereka dalam taat dan ibadah. Mereka yakin akan keagungan Allah Ta'ala.

Sebenarnya kekhususan itu tidak diciptakan oleh si hamba yang taqarrub kepada Allah sampai kepada maqam yang sangat istimewa. Si hamba sendiri tidak mengetahui bahwa ia memiliki keistimewaan (kekeramatan). Ia hanya memahami kewajiban kepada Allah dan mengamalkan kewajiban itu dengan sungguh-sungguh dengan disiplin yang penuh. Demikian juga ia mengawasi dirinya dan menghindar dari perbuatan yang dimurkai Allah dari yang sekecil-kecilnya sampai yang paling besar.

Seorang hamba Allah yang di anugerahi Allah kekeramatan, ia sendiri tidak mengetahui tentang kekeramatannya itu. Orang di luar dirinyalah yang mengetahui hal-hal istimewa itu. Semua itu tidak lebih adalah karunia istimewa yang yang dianugerahi Allah bagi siapa saja dari hamba-hamba-Nya yang terus mendekati-Nya dengan penuh keikhlasannya dan menghindari seluruh perbuatan yang dilarang oleh Allah Ta'ala.

Namun demikian perlu bagi setiap hamba Allah berhati-hati menghadapi adanya kekeramatan seperti yang dialami oleh hamba-hamba Allah dalam kepastiannya sebagai orang yang dianggap memiliki kekeramatan. Sebab kadang-kadang suatu peristiwa yang dialami oleh seorang hamba Allah, umpamanya berlaku istimewa, dapat mengobati orang sakit, hanya dengan memberi orang minuman air putih yang telah diberi jampi-jampi. Atau seseorang yang dapat merubah benda yang yang tidak berguna menjadi benda yang sangat berguna bagi manusia, (seperti merubah kertas menjadi uang), atau dapat berjalan di udara, atau di air. Keistimewaan seperti ini perlu diwaspadai.

Karena kekeramatan dari Allah untuk hamba-hamba-Nya yang shaleh tidak terikat dengan sebab dan kebiasaan. Kadang-kadang kebiasaan yang terjadi menutup sebenarnya, laksana awan menutup sinar matahari. Keistimewaan yang di tunjukkan oleh seseorang yang mempunyai kekhususan itu bisa terjadi oleh selubung yang dibuat oleh setan, atau setan telah mengikuti peristiwa itu dan berada dalam suatu kejadian yang dinampakan. Atau setan ikut memberi pengaruh pada kekeramatan si hamba Allah tersebut. Hal ini tidak mustahil karena kepandaian setan adalah mengambil kesempatan di saat seorang hamba lalai.

Oleh karena sesuatu keistimewaan yang nampak pada seseorang belum dapat dipastikan itu adalah kekeramatan yang murni, karena boleh jadi telah dipengaruhi oleh kekuatan hawa nafsu atau kekuatan setan. Sehingga dikatakan, belum tentu orang yang menunjukkan kekeramatan, telah bersih dan ikhlas hatinya.

Barangkali dalam hatinya masih ada tempat yang kosong, sehingga mudah bagi setan menghinggapi dan berdiam di dalamnya. Hal ini disebabkan kurang hatinya dan kurang teguh keimanannya, (kurang istiqamah). Akibatnya perbuatan yang menunjukkan keistimewaannya itu sudah tidak murni lagi, tidak sesuai dengan kehendak Allah Ta'ala. Istiqamah itu diperlukan dalam segala sesuatu bagi semua hamba Allah yang ingin tetap kokoh keyakinan imannya. Istiqamah menjadi sifat yang bertahta dalam jiwa orang makrifat kepada Allah.

Kekeramatan (karomah) yang berasal dari pemberian Allah sebagai sesuatu keistimewaan boleh saja diterima oleh hamba-hamba Allah yang shaleh dan tetap istiqamah. Apabila seseorang hamba yang istiqamah masih terpengaruh juga oleh sesuatu yang datang dari luar dirinya, berarti telah memberi peluang bagi setan untuk mempengaruhi iman. Walaupun iman itu sebenarnya tidak mungkin dan tidak mudah dipengaruhi, akan tetapi ia dapat luntur sedikit demi sedikit. Karena setan sangat pandai mencari peluang dan menerobos kesempatan dan kelemahan.

Dengan penjelasan ini dapat diketahui Bahwasanya apabila suatu kekeramatan yang menjadi kekhususan hamba yang makrifat (para wali Allah), masih juga dipengaruhi oleh hawa nafsu, maka berarti kebersihan dan keikhlasannya belum lagi sempurna.
Tujuan Allah memberi kekeramatan bagi hamba-Nya, agar membantunya menekan hawa nafsu yang suka menggodanya dengan bermacam-macam keinginan. Padahal orang-orang yang beribadah dan menempuh hidup makrifat, hendaklah mampu mengendalikan hawa nafsu dan keinginan yang akan menghambat maqam kewaliannya. Bukti yang dapat memberi petunjuk bahwa seorang hamba telah mendapat kemuliaan yang istimewa dari Allah Swt., ialah dengan terjadinya beberapa bukti yang di luar jangkauan manusia umumnya.

Allah Swt., memperlihatkan kepada si hamba kekuasaan-Nya untuk menekan keinginan yang akan mengurangi si hamba untuk menekuni tugas dan kewajibannya sebagai wali dalam kehidupan beragama, sehingga tidak menghambat urusan ibadahnya yang khusus atau pun yang umum. Seperti menekan hawa nafsu mencari rezeki dengan menjadikan makanan atau menyediakan kebutuhan si hamba di luar jangkauan usaha dan pikirannya. Atau Allah Ta'ala menjadikan batu menjadi emas. Allah Ta'ala dapat menciptakan dan mendatangkan sesuatu di luar kekuasaan sang Wali untuk menghambat kehendak dan keinginan hawa nafsunya yang sedikit banyak masih juga terdapat dalam diri si hamba Allah itu.

Memang nafsu manusia itu tidak puas apabila ia tidak melihat sesuatu dengan mata kepalanya sendiri, sebagaimana Nabi Ibrahim as., memohon kepada Allah agar dapat melihat kekuasaan Allah dengan mata kepalanya sendiri, walaupun Allah telah memberi pengetahuan kepadanya tentang hidup dan mati. Allah Swt., berfirman dalam Al Qur'an, ketika Nabi Ibrahim as., meminta kepada Allah, "Wahai Tuhanku, perlihatkan kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan yang mati, Allah berfirman, " Apakah engkau tidak percaya (bahwa Aku dapat menghidupkan semua yang mati). "Bukan begitu, kata Ibrahim, akan tetapi maksudku agar tenteram dan puas hatiku. Demikian itu agar nafsu yang berkeinginan menjadi tenang karena telah melihat dengan mata kepalaku sendiri."

🙏