MALU KEPADA ALLAH.
رُبَّـمَـااسْتَحْيَا العَارِفُ اَنْ يَرْفَعَ حَا جَتَهُ اِلٰى مَوْلَا هُ لِا كْتِفَا ءِـهِ بِمَشِيْءَتِهِ فَكَيْفَ لَا يَسْتَحِى اَنْ يَرْ فَعَهَا اِلٰى خَلِيْقَتُـهِ .
”Seringkali orang yang bermakrifat itu merasa malu memohon keperluannya kepada Allah, karena telah puas mengikuti kehendak Allah, dan betapa ia tidak malu menyampaikan keperluannya kepada sesama makhluk?”.
Ini adalah adab hamba kepada Allah Rabbul 'Alamin. Sebagai sopan santun yang patut diamalkan. Malu meminta kepada Allah, bukan karena takut dimurkai Allah, akan tetapi merasa suatu kebiasaan yang kurang utama bagi ahli makrifat. Bukan karena telah merasa kecukupan, dan telah kaya, sedangkan memohon kepada Allah adalah keutamaan ibadah. Si hamba yang telah mencapai ketingkatan makrifatnya yang sempurna, meyakini bahwa apa yang telah ada di tangannya adalah pemberian Allah, dan apa yang direncanakan Allah dan akan ditetapkan Allah baginya, ia telah merasa puas. Ia pun tidak mengharap belas kasih manusia, walaupun ia sangat memerlukan.
Orang seperti ini bersifat iffah (satria), tidak berharap dan menanti uluran tangan manusia. Sifat ini diterangkan dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 273.
لِلْفُقَرَآءِ الَّذِيْنَ اُحْصِرُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ لَا يَسْتَطِيْعُوْنَ ضَرْبًا فِى الْاَرْضِ ۖ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ اَغْنِيَآءَ مِنَ التَّعَفُّفِ ۚ تَعْرِفُهُمْ بِسِيْمٰهُمْ ۚ لَا يَسْــئَلُوْنَ النَّاسَ اِلْحَــافًا ۗ وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ .
"(Apa yang kamu infakkan) adalah untuk orang-orang fakir yang terhalang (usahanya karena jihad) di jalan Allah, sehingga dia yang tidak dapat berusaha di bumi; (orang lain) yang tidak tahu, menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta). Engkau (Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain. Apa pun harta yang baik yang kamu infakkan, sungguh, Allah Maha Mengetahui."
(QS. Al-Baqarah Ayat: 273)
Seorang ahli makrifat, tidak meminta keperluannya, kecuali kepada Allah, baik permintaan itu banyak ataupun sedikit.
Ketika Nabi Ibrahim as. hendak dilemparkan ke dalam api, malaikat Jibril mendatanginya, ”Apakah engkau ingin meminta sesuatu? Ibrahim menjawab, ”Tidak kepadamu, melainkan kepada Allah.” Jibril berkata, ”Mintalah kepada Allah.” Ibrahim pun menjawab, ”Allah lebih mengetahui tentang keadaanku. Aku tidak perlu memohon kepada-Nya.”
Allah Ta'ala mengingatkan, seperti tertulis dalam surat At-Thur ayat 48.
وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَاِنَّكَ بِاَعْيُنِنَا وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ حِيْنَ تَقُوْمُ.
"Dan bersabarlah (Muhammad) menunggu ketetapan Tuhanmu, karena sesungguhnya engkau berada dalam pengawasan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika engkau bangun,"
(QS. At-Thur: Ayat 48)
Menempatkan diri dalam ketetapan Allah, dan ridha menerima segala yang datang dari Allah, tidak mendahului kehendak Allah dalam segala tindakan, adalah sifat orang makrifat. Walaupun sifat seorang hamba dalam mengikuti takdir dan ketetapannya, selalu diikuti dengan ikhtiar, namun tidak berarti ia mesti mengingkari dan melanggar apa yang telah ditentukan Allah untuknya. Hamba yang sebenarnya ialah ridha menerima dan ikhlas dalam memohon.
Rasuullah Saw. bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَحْيُوا مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ قَالَ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَسْتَحْيِي وَالْحَمْدُ لِلَّهِ قَالَ لَيْسَ ذَاكَ وَلَكِنَّ الِاسْتِحْيَاءَ مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى وَالْبَطْنَ وَمَا حَوَى وَلْتَذْكُرْ الْمَوْتَ وَالْبِلَى وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ اسْتَحْيَا مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ.
“Malulah kamu terhadap Allah dengan sebenar-benarnya.!” Ibnu mas’ud melanjutkan perkataannya, Kemudian para sahabat berkata, “Demi Allah, alhamdulillah, kami sungguh merasa malu terhadap Allah subhanahu wata’ala, wahai Rasulullah. Beliau berkata, “Bukandemikian. Akan tetapi malu kepada Allah dengan sebenar-benar malu adalah dengan menjaga kepala dan apa yang ditangkapnya; menjaga perut dan apa yang dikandungnya (isinya) dan mengingat kematian dan cobaan. Siapa yang menginginkan akhirat, maka ia akan meninggalkan perhiasan dunia dan mementingkan akhirat ketimbang dunia..” Barangsiapa yang melakukan hal itu, maka berarti ia telah malu terhadap Allah dengan sebenar-benarnya.”(HR. at-Turmudzi, dishahih kan al-Hakim, disetujui adz-Dzahabi).
Rasulullah SAW bersabda:
“Malu merupakan bagian dari iman dan iman itu ada di surga, sedangkan badzâ’ (ucapan cabul) itu merupakan bagian dari jafâ’ (tabi’at kasar) dan jafâ’ (tabi’at kasar) itu di neraka.” (HR. Imam Ahmad).