Basmalah



”Dengan menyebut nama Allâh yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”.
BATAS KEJELEKAN DAN KEBAIKAN.



لَا نِهَايَةَ لِمَذَامِّكَ اِنْ أَرْجَعَكَ اِلَيْكَ وَلَاتَفْـرُغُ مَدَاءُحُكَ اِنْ أَظْهَـرَ جُوْدَهُ عَلَيْكَ .

”Tidak ada batas akhir keburukan itu, jikalau Allah mengembalikan kamu pada dirimu sendiri. Tidak juga akan habis-habisnya kebaikan itu, jikalau Allah menampakkan kemurahan-Nya kepadamu.”

Siapa yang dikembalikan oleh Allah kepada dirinya sendiri, maka ia kembali kepada pribadi dan usahanya sendiri, ia dikembalikan kepada kekuasaan nafsunya sendiri. Kejelekan itu tidak habis-habisnya apabila seseorang telah dikuasai oleh kehendak nafsu dirinya. Hawa nafsu selalu me mengajak kepada kejelekan, dan semakin leluasa seorang hamba membiarkan dirinya tergoda oleh hawa nafsu, semakin jauh ia dari Allah, dan menjadi beraneka ragam kejelekan.

Demikian juga apabila Allah SWT. menampakkan rahmat dan keutamaan-Nya untuk hamba-hamba-Nya, maka Allah akan menampakkan kebaikan itu, dan membiarkan serta menuntut si hamba kepada jalan kebaikan selamanya. Kebaikan itu tidak ada batasnya, dan tidak ada habis-habisnya, serta terus-menerus bertambah, semakin banyak dan menjadi beraneka ragam kebaikan dan keutamaan. Hamba Allah yang telah mendapat karunia rahmat dari Allah Ta'ala akan terbuka baginya terus-menerus berbagai pintu kebaikan di dunia dan di akhirat.

Perlu kiranya seorang hamba berhati-hati apabila ia telah mulai mendekati kejelekan dan kemaksiatan. Hendaklah ia cepat-cepat sadar. Jangan sampai ia larut dalam kemaksiatan, apalagi ia mengandalkan kemampuannya sendiri, ia merasa mampu mengatasi hawa nafsunya sendiri. Cara ini tidak akan menyelesaikan kejelekannya. Hamba yang sadar adalah hamba yang selain menekan hawa nafsunya, maka ia terus-menerus memohon bantuan dan pertolongan Allah SWT. dan menyerahkan diri dan urusannya kepada Allah yang Maha Mengatur dan Maha Adil. Seperti do'a Nabi Muhammad Saw., Allahummah Ashlih li sya'ni kulluhu, wa la takilni ila nafsi tarfata ainin (Ya Allah, perbaikilah semua urusanku, janganlah Engkau serahkan urusanku ini kepada diriku sendiri, walaupun hanya sekejab).

Sifat yang patut dimiliki oleh hamba yang beriman, tidak lain menempatkan dirinya sebagai hamba yang lemah di hadapan Allah SWT., serta terus-menerus berharap kebaikan dari Allah agar ia tidak tergelincir kepada perbuatan maksiat, serta berharap pula agar dilindungi, sehingga tidak tergelincir kepada kemaksiatan, sengaja atau tidak sengaja. Oleh karena itu, seorang hamba hendaklah mengembalikan seluruh persoalan hidupnya kepada Allah Ta'ala saja.

Apabila manusia mau mengetahui kelemahan dirinya, dan mau mengetahui pula keterbatasannya, maka ia akan terhindar dari perbuatan maksiat, karena dengan makrifat yang dimilikinya ia memahami bahwa apa saja yang ia lakukan adalah kehendak Allah jua. Ia mampu berusaha dengan memohon bantuan Allah, karena kelemahan dirinya sebagai manusia membuat ia semakin dekat kepada Allah, karena Allah sajalah yang Maha Kuat dan Maha Perkasa. Pada dasarnya kelemahan itu dapat mengantarkan manusia sadar dan berusaha mendekati Allah, atau membiarkan dirinya terombang-ambing dalam ketidakmampuannya sendiri.

🙏

"Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri," (QS. Al-Hadid 57: Ayat 23)