MENCAPAI ALLAH DENGAN MAKRIFAT.

وُصُوْلُكَ اِلَى اللّٰهِ وُصُوْلُكَ اِلَى اْلعِلْمِ بِـهِ وَاِلَّا فَجَـلَّ رَبُنَـا اَنْ يَتَّصِـلَ بِـهِ شَىٌْٔ اَوْيَتَصِـلَ هُوَ شَىْـىٌٔ .
”Sampainya kamu kepada Allah, berarti sampainya kamu kepada ilmu makrifat. Kalau bukan demikian, Maha Agung Allah, bahwa Dia disambung oleh sesuatu atau bersambung dengan sesuatu.”
Wusul kepada Allah artinya sampai kepada Allah sesuai ahli tariqah yakni melihat Allah dengan mata hati (basirah), ialah sampai melalui ilmu hakikat. Sampainya manusia kepada Allah dengan bertahap, yang dimulai mengetahui wujud Allah dengan melihat ciptaan-ciptaan Allah di alam semesta, itulah tingkat ilmul yaqin, lalu tahap yang kedua, basirah (melihat Allah dengan mata hati). Itulah tingkat ainul yaqin, yang disebut ilmu makrifat. Pada tahap yang ketiga sampai kepada wusul haqqul yaqin. Inilah tingkat yang tertinggi dari perjalanan iman seorang hamba Allah yang mencapai wusul_nya. Haqqul yaqin, keyakinan yang benar-benar tak terpisahkan dari dirinya sifat Ilahiyah dan ia menjadi satu dalam sifat-sifat Allah. Setiap gerakannya adalah gerak-gerik yang berdasar sifat Ilahiyah tersebut.
Dekatnya si hamba kepada Allah dalam tingkat-tingkat tertentu seperti seorang hamba yang berniat hendak menjalani ibadah haji. Dia telah yakin bahwa ibadah haji dan negeri Mekkah dan Madinah itu ada. Ia yakin makam Nabi Muhammad Saw. itu ada di Madinah dan lain-lain. Tahap ini ia berada dalam tingkat ilmul yaqin. Si hamba Allah inipun telah melihat jamaah haji setiap tahun berangkat menunaikan ibadah haji serta mendengar kisah-kisah perjalanan mereka. Iapun telah melihat gambar-gambar Ka'bah, Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Makam Rasulullah dan tempat-tempat lainnya dari potret dan TV.
Tahap ini ia telah berada pada tingkat ainul yaqin. Pada suatu hari si hamba Allah mendapat karunia untuk menunaikan haji. Ia tiba di Mekkah Al Mukaromah, melihat sendiri apa yang pernah dipelajarinya, pernah didengarnya, pernah dilihatnya dalam bentuk gambaran dan lain-lain. Sekarang ia telah datang sendiri melihat, merasakan langsung. Ia mengerjakan ibadah haji sesuai dengan hukum dan peraturannya. Ia telah berada di Mekkah, melihat dan merasakan langsung, mengerjakan ibadah haji dengan ruhani dan jasmani, lahir dan batinnya. Sekarang ia telah berada di tingkat haqqul yaqin.
Syekh Ataillah memberi gambaran:
قُرُبُكَ مِنْهُ اَنْ تَكُوْنَ مُشَـاهِدًا لِقُرْبِهِ وَاِلَّا فَمِنْ اَيْنَ اَنْتَ وَوُجُوْدُ قُرْبِهِ .
”Taqarrubmu dengan Allah, seolah-olah kamu menyaksikannya sangat dekat denganmu. Kalau tidak demikian, darimana kamu tahu dekatnya wujud Allah denganmu?”
Dekatnya seorang hamba dengan Allah, tidak sekedar ia telah salat, puasa, dzikir dan ibadah lainnya. Mendekatnya seorang hamba dengan Tuhannya, seperti ia sendiri merasakan suatu hubungan yang dekat antara seorang hamba dengan hamba lainnya, yang saling berhubungan, saling menegur, saling mengawasi, saling memberi, dan saling mencintai. Demikian juga hubungan manusia dengan Allah SWT, adalah kecintaan hamba kepada ma'budnya, dan kecintaan ma'bud kepada abid-nya, yang sangat erat dalam wilayah yang sangat luas sesuai dengan kebesaran dan kesempurnaan sifat Allah SWT.
Dalam hadits qudsi Allah Ta'ala menerangkan, ”… Apabila hamba-hamba-Ku mendekati-Ku satu depa, maka Aku mendekatinya satu hasta, apabila engkau datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku datang kepadamu dengan berlari.” Begitu dekatnya si hamba dengan Allah, sebagaimana firman Allah dalam surat Qaf ayat 16, ”Dan Kami (Allah) lebih dekat padanya daripada urat kuduknya sendiri.” Dalam surat Al Baqarah ayat 186, Allah telah mengingatkan, ”Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya, katakanlah sesungguhnya Aku sangat dekat.”
Dalam hadits lain Nabi Muhammad Saw, bersabda, bahwa seorang hamba yang beribadah menghadap_Ku, hendaklah ia seakan-akan berhadapan langsung dengan Aku. Sabda beliau, ”Sembahlah Allah, seakan-akan engkau melihat-Nya, jikalau engkau tidak dapat melihat-Nya, sesungguhnya Allah telah melihatmu.”
Allah Ta'ala menjelaskan pula, ”Bahwa Kami sangat dekat denganmu, akan tetapi kamu sendiri yang tidak melihat.” (QS. Al Waqi'ah: 85).