Basmalah



”Dengan menyebut nama Allâh yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”.
MENCINTAI ALLAH.




لَيْسَ اْلمُحِبُّ الَّذِىْ يَرْجُوْ مِنْ مَحْبُوْ بَهِ عِوَضًـا اَوْيَطْلُبُ مِنْهُ غَرَضًـا فَإِنَّ اْلمُحِبَّ مَنْ يَبْزُلُ لَكَ لَيْسَ اْلمُحِبُّ مَنْ يَبْذُلُ لَهُ .

“Bukanlah dinamakan mencintai Allah, orang yang mengharapkan sesuatu dari yang dicintainya, atau meminta dari yang mencintainya akan kepentingannya. Akan tetapi cinta itu adalah engkau memberikan kepadanya, bukanlah yang disebut cint, engkau harus memperoleh sesuatu daripadanya.“

Mencintai Allah tidak seperti mencintai manusia. Mencintai manusia terdapat prinsip memberi dan menerima. Itulah yang ada di dalam jalan hidup manusia. Anda menerima cinta seseorang berarti bersedia memberi kepadanya, karena ia mencintai anda. Demikian juga sebaliknya.

Mencintai Allah, karena Allah patut dicintai. Anugerah Allah kepada manusia, tidak dapat dihitung. Sebab dari kuku yang ada dijari kita hingga rambut yang tumbuh di kepala kita adalah anugerah yang tak terhingga. Maka patutlah kiranya manusia bersyukur kepada-Nya, Pencipta alam semesta ini. Apakah Allah mengharapkan pemberian manusia? Apakah Allah minta agar manusia membayar anugerah-Nya yang ada di alam semesta ini. Mampukah manusia membayar harga dirinya saja? Membayar udara segar, atau harga asinnya air laut, atau membayar nafas yang keluar masuk dari hidung?

pertanyaan-pertanyaan ini menumbuhkan jati diri kita tentang semua yang sudah diterima manusia dari Allah SWT. Sikap seorang hamba Allah menerima nikmat pemberian Allah sudah jelas, ialah bersyukur dan melaksanakan ketaatan-ketaatan dalam bentuk amal ibadah yang dipersembahkan kepada Allah Rabbul 'Alamin. Membuat Allah rida, karena ibadah, itulah kecintaan manusia terhadap Tuhan. Apabila Allah telah rida, berarti si hamba telah menerima kecintaan Allah untuknya.

Allah SWT. berfirman dalam surat Ali Imran ayat13, "Katakan, jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku (Rasulullah), tentu Allah akan mencintaimu pula, dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Tingkat cinta yang paling tinggi kepada Allah setelah menerima Allah, bagi hamba Allah yang makrifat sudah cukup. Tidak ada yang melebihi rida Allah. Para ulama tasawuf mengatakan bahwa rida Allah kepada manusia, ibarat ia telah memperoleh surga di dunia.

Mencintai Allah dalam tingkat ini, sudah tidak mengharap balasan pahala dari Allah. Bukan karena Allah akan menganugerahkan surga, atau memberi azab neraka, akan tetapi hamba Allah yang makrifatnya telah sampai kepada tingkat tertentu, telah merasa puas mendapat rida Allah. Ia beribadah hanya untuk mendapatkan rida itu. Adapun pahala surga dan azab neraka, semuanya dikembalikan kepada Allah. Dia Maha Tahu tentang siapa yang dianugerahi kebaikan, siapa yang tidak, sesuai amal ibadah mereka masing-masing.

Pedoman yang diajarkan Rasûlullâh ﷺ. kepada umat Islam, seperti bunyi hadits Nabi Muhammad ﷺ, “Siapa yang terdapat iman padanya, maka ia akan merasakan manisnya iman. Ia mencintai manusia karena cintanya kepada Allah. Ia benci kembali menjadi kufur (inkar) sebagaimana bencinya seseorang, kalau dilempar ke dalam api.“ (HR. Bukhari dari Musim).

Hadits Rasulullah tersebut mengingatkan sifat orang beriman:

  1. Cinta kepada Allah dan Rasul melebihi cinta kepada orang lain. artinya tidak ada kecintaan yang melebihi cinta seorang hamba kepada Allah.

  2. Seorang hamba mencintai sesamanya, kekasihnya, istrinya, anak-anaknya, harta bendanya, bukan karena manusia dan benda-benda itu sendiri, akan tetapi mencintai semuanya itu karena Allah SWT. semata. Mencintai pemberian Allah karena Allah.

  3. Membenci kembali menjadi kufur, artinya hamba Allah yang taat kepada Allah tidak ingin mengecewakan Allah, menjadi manusia ingkar, manusia maksiat, manusia yang membiarkan dirinya selalu bergelimang dosa. Hamba Allah tidak suka berbuat seperti itu, setelah ia mengikrarkan diri, hanya beriman kepada Allah. Menyatakan seluruh hidupnya hanya untuk Allah semata. Inna salati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi Rabbil 'Alamin. (Sesungguhnya salat, ibadah, hidup, dan matiku, adalah untuk Allah Penguasa alam semesta).

Abu Abdullah Al-Al-Quraisyi berkata, “Sesungguhnya cinta yang hakiki, apabila kalian telah memberi apa saja yang kalian miliki kepada siapa yang kalian cintai, sehingga tidak ada yang tertinggal. Nabi Daud as. mendapat wahyu dari Allah, “Wahai Daud, sungguh Aku haramkan cinta-Ku, masuk ke dalam hati orang yang masih memiliki rasa cinta kepada selain Aku.“

🙏