Basmalah



”Dengan menyebut nama Allâh yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”.
ORANG MAJDZUB DAN ORANG SALIK.




دَلَّ بِوُجُوْدِ اۤثَارِهِ عَلٰى وُجُوْدِ اَسْمَاـءِـهِ وَبِوُجُوْدِ اَسْمَاـءِـهِ عَلٰى اَوْصَافِهِ وَبِثُبُوْتِ اَوْصَافِهِ عَلٰى وُجُوْدِذَاتِهِ، اِذْ مُحَالٌ اّنْ يَقُوْمَ اْلوَصْفُ بِنَفْسِهِ فَأَرْبَابُ اْلجَذْبِ يُكْشَفُ لَهُمْ عَنْ كَمَالِ ذَاتِهِ ثُمَّ يَرُدُّهُمْ اِلٰى شُهُوْدِ صِفَـاتِهِ ثُمَّ يُرْجِعُهُمْ اِلَى التَّعَـلُقِ بِأَيْمَاـءِـهِ ثُمَّ يَرُدُّهُمْ اِلٰى شُهُوْدِاۤثَارِهِ وَالسَّـالِكُوْنَ عَلٰى عَكْسِ ذٰلِكَ، فَنِهَـا يَةُ السَّـالِكِيْنَ بِدَايَةُ اْلمَجْذُوْبِيْنَ وَبِدَايَةُ السَّـالِكِيْنَ نِهَايَةُ اْلمَجْذُوْبِيْنَ لٰكِنْ لَا بِمَعْنًى وَاحِدٍ فَرُبَّمَـا التَّقَيَـافِى الطَّرِيْقِ هَـذَا فِى تَرَقِّيْـهِ وَهٰـذَا فِى تَدَلِّيْـهِ .

"Yang menunjukkan bekas-bekas wujudnya Allah adalah nama-nama-Nya. Sedangkan wujud nama-nama tersebut berada dalam sifat-sifat-Nya, sesuai dengan keberadaan Dzat-Nya. Tetapi mustahil sifat-sifat berdiri sendiri. Maka dibukakan kepada orang yang majdzub kesempurnaan Dzat-Nya, lalu dikembalikan melihat sifat-sifat-Nya. Kemudian dikembalikan mereka bersandar dengan nama-nama-Nya. Kemudian ditunjukkan kepada mereka bekas ciptaan-Nya." Adapun orang-orang salik, berlawanan dari hal itu semuanya. Puncak yang dicapai oleh orang salik adalah baru permulaan yang dicapai oleh orang majdzub. Dan permulaan yang dicapai oleh orang salik adalah puncak yang dicapai oleh orang majdzub. Akan tetapi tidak berarti sama dalam segala-segalanya. Sebab kadangkala keduanya bertemu dalam satu jalan. Yang satu sedang mendaki dan yang lain sedang menurun."

Ungkapan di atas adalah pengertian dan penjelasan tingkat makrifat hamba-hamba Allah. ada yang disebut majdzub dan ada yang disebut salik. Majdzub, adalah orang yang langsung dibukakan oleh Allah untuk mengenal kepada-Nya. Jalan mencapainya langsung dari Allah Ta'ala, setelah menyaksikan kesempurnaan Allah SWT. yang suci dengan segala sifat-sifat-Nya, yang menyandarkan diri kepada nama-nama Allah yang Maha Sempurna, lalu akhirnya melihat alam.

Adapun yang dimaksud dengan salik, adalah orang yang menuju Allah melalui jalan yang ditempuh hamba Allah pada umumnya. Dimulai dari bawah menuju ke atas. Pada mulanya mengenai alam, kemudian mengenal nama-nama Maha Pencipta (yang terdapat dalam "asmaul husna"), kemudian mengenal sifat-sifat Maha Pencipta alam, pada akhirnya mengenal Dzat yang menciptakan alam semesta.

Itulah dua jalan yang biasa ditempuh oleh hamba-hamba Allah untuk mencapai tingkat makrifat kepada Allah, sehingga wujud darinya dan wujud Allah, sama-sama disaksikan di alam semesta ini.

Perwujudan manusia dengan Allah adalah perwujudan hamba dengan Maha Pencipta (Allah Subhanahu wa Ta'ala). Nilai yang dapat diketahui dari perwujudan itu adalah hubungan yang terus-menerus dan menimbulkan jiwa yang karakteristik dengan tingkatan makrifat tertentu dalam jiwa seorang hamba. Penilaian yang dapat dilihat dengan mata kepala kita, hanyalah dalam bentuk ibadah lahiriah belaka. Selain itu nilai jiwa dan hati kita dengan ibadah itu adalah rahasia Allah SWT. belaka.

Syekh Ataillah berkata:

لَا يُعْـلَمُ قَدْرُ اَنْوَارِ اْلقُلُوْبِ وَاْلأَسْرَارِ اِلَّا فِىْ غَيْبِ اْلمَلَكُوْتِ كَمَـالَا تَظْهَرُ اَنْوَارُالسَّمَـاۤءِ اِلَّا فِىْ شَهَادَةِ اْلمُـلْكِ .

"Tidaklah dapat diketahui kadar (nilai) nur Ilahi dalam hati dan rahasianya, kecuali kegaiban dalam alam malakut, sebagaimana tidak tampaknya cahaya langit kecuali di alam syahadah (dunia)."

Nurullah yang ada dalam hati manusia, adalah rahasia Allah yang tidak dapat dijangkau dengan pikiran. Ia adalah bagian dari hidayah Allah untuk hamba-hamba-Nya. Cahaya Allah bagi orang awam adalah pancaran yang diberikan bagi alam semesta. Cahaya Allah bagi hamba yang makrifat. adalah cahaya yang diturunkan ke hati mereka.

Masing-masing mereka memiliki kenikmatan yang tidak sama. Bagi hamba yang awam, kenikmatan atau kelezatan cahaya yang diterima dalam zahirnya ibadah. Sedangkan bagi orang makrifat, kelezatan dan kenikmatan diperoleh dari cahaya Allah yang menempati hatinya dan bersinar dalam seluruh ibadahnya. Kemudian kenikmatan yang yang sesungguhnya akan dirasakan oleh semua manusia yang beribadah dan beramal saleh adalah di negeri akhirat. Seperti dijelaskan Syekh Ataillah:

وُجْدَانُ ثَمَرَاتِ الطَّاعَاتِ عَاجِلًا بَشَءِرُ اْلعَامِلِيْنَ بِوُجُوْدِ اْلجَزَاءِ اۤجِلًا .

"Buah dari ketaatan karena kepatuhan beribadah, dapat dirasakan ketika hidup di dunia, adalah kabar gembira bagi hamba Allah yang beriman dan beramal kelak di hari akhirat."

Seluruh ibadah yang dilakukan manusia, pada dasarnya untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT. dan pembalasan Allah di akhirat kelak. Syarat yang perlu dilaksanakan dalam kaitan ini adalah sunnah Nabi Muhammad ﷺ. Sebab amal apapun harus sesuai dengan syari'at Allah dan sunnah Rasul-Nya.

Syekh Ahmad Ataillah mengingatkan:

كَيْفَ تَطْلُبُ اْلعِوَضَ عَلٰى عَمَلِ هُوَمُتَصَدِّقٌ بِهِ عَلَيْكَ اَمْ كَيْفَ تَطْلُبُ اْلجَزَاءَ عَلٰى صِدْقٍ هُوَمُهْدِيْهِ اِلَيْكَ .

"Bagaimana kamu akan memohon balasan atas amalan-amalanmu, padahal Allah sendiri yang memberi sedekah amal-amal itu kepadamu, atau bagaimana kamu akan minta balasan suatu keikhlasan itu kepadamu."

Ungkapan di atas memberi pengertian, bagaimana sebenarnya seorang hamba menerima imbalan dari Allah. Seperti yang dijelaskan oleh Al Qur'an dan As-Sunnah, bahwa amal ibadah, hendaklah dikerjakan dengan ikhlas, semata-mata mengharapkan rida Allah SWT. Adapun pahala, semata-mata akan diterima oleh si hamba sesuai dengan ibadahnya serta kemurahan Allah semata.

Allah SWT. berfirman dalam surat Fatir ayat 15, "Wahai manusia! Kamulah yang memerlukan Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu), Maha Terpuji."

Allah Ta'ala dengan sifat dan Dzat yang Maha Kaya, dan kekayaannya meliputi alam semesta, Dialah yang lebih memberi kepada manusia sedekah berupa pahala yang akan diterima di akhirat dan upaya di dunia yang akan diterima pula hasilnya.

Boleh dikatakan semua yang dimiliki manusia lahir dan batin adalah sedekah dari Allah SWT. harta kekayaan dan kepandaian serta derajat juga anugerah Allah. Manusia hanya menerima belas kasih Allah di dunia dan akhirat.

🙏